08 May 2025
Halo, dengan dr. Erta disini. Hari ini saya ingin berbagi kisah nyata... yang seperti cerita misteri. Bukan misteri pembunuhan, tapi misteri kenapa jantung seseorang bisa rusak berat --tanpa orangnya merasa ada yang salah.
Pasien saya ini, usianya baru 30-an. Masih muda, masih kuat makan tiga piring nasi uduk plus ayam goreng 3, plus tahu tempe dan telor dadar. Awalnya beliau dirawat di oleh sejawat dokter spesialis penyakit dalam karena demam, kemungkinan ada infeksi. Tapi kemudian, dokter penanggung jawab mengkonsultasikan pasien tersebut karena temuan EKG abnormal dan jantung bengkak pada ronsen dada.
Hasil EKG-nya --menunjukkan tanda yang tidak biasa. Ada gelombang Q patologis dari V1 sampai V4. Buat yang belum tahu: itu tanda bahwa jantung pernah mengalami kerusakan akibat serangan jantung. Infark miokard lama. Tapi anehnya, pasien ini nggak pernah merasakan pernah mengalaminya.
Dokter IPD-nya bilang, "Dok, ini ada kardiomegali (jantung membesar) di ronsen dada, EKG nya seperti OMI (infark miokard lama), tapi katanya ngga ada gejala. Tolong di evaluasi apa ada kelainan jantung?"
Jadi pasiennya langsung saya periksa. Tanya. Gali. Di Investigasi seperti detektif.
"Pak, apa pernah sesak nafas?"
"Nggak, dok."
"Kalau naik tangga 1 lantai apa kuat?"
"Ngga pernah dicoba dok, saya memilih naik lift saja"
"Kalau jalan jauh gimana? Apa ada kendala kalau jalan 1 km?"
"Kalau sejauh itu saya memilih naik motor saja dok"
Ternyata, si Bapak ini memang nggak pernah aktivitas berat. Rumahnya satu lantai. Nggak pernah naik tangga. Di kantor naik lift. Kalau agak jauh naik motor Jadi wajar saja kalau nggak pernah merasa sesak --karena jantungnya memang nggak pernah ditantang untuk kerja keras. Hal ini sering terjadi pada pasien lansia, ada masalah jantung, tapi tidak ada keluhan karena memang aktivitas fisiknya sehari hari tidak banyak.
Terus saya tanya, "Pernah nyeri dada?"
"Enggak, dok."
Tapi saya nggak berhenti di situ. Saya lanjutkan lagi interogasinya.
"Apa punggungnya pernah sakit?"
"Oh iya, sering. Tapi dikerok istri juga sembuh."
"Apa pernah mendadak keringatan sampai baju nya basah kuyup?"
"Pernah dok, cukup sering itu. Saya pikir cuma masuk angin saja."
Nah. Di sinilah petunjuk penting muncul. Ini bukan masuk angin biasa. Ini gejala serangan jantung yang tidak khas. Dan ini bisa terjadi --terutama pada empat kelompok: diabetesi, lansia, perempuan, dan... obesitas. Dan pasien saya ini? Berat badannya 120 kilogram, tingginya 160 cm. Indeks masa tubuhnya sekitar 46.8. Itu bukan gemuk biasa, itu obesitas morbid. Berat badan idealnya harusnya di kisaran 50-65 kg. Jadi dia kelebihan berat hampir satu orang dewasa.
Saya korek lagi lebih dalam.
"Kalau pagi suka pusing nggak?"
"Iya, sering."
"Kalau siang bawaannya ngantuk terus?"
"Iya, itu saya banget."
Kecurigaan saya makin kuat: ada obstructive sleep apnea. Gangguan tidur di mana saluran napas menutup saat tidur karena timbunan lemak di leher dan perut. Akibatnya oksigen tidak bisa masuk ke paru-paru sehingga Jantung harus kerja keras sepanjang malam karena saturasi oksigen naik turun kayak roller coaster.
Belum selesai, saya tanya:
"Pak, giginya ada yang bolong?"
"Ada beberapa dok. Udah lama, tapi ngga sakit kok dok."
Tanda tanya besar berubah jadi tanda seru. Obesitas, sleep apnea, peradangan kronis dari gigi yang rusak, dan... satu hal terakhir.
"Bapak merokok?"
"Iya."
BOOM.
Lengkap sudah jawaban kenapa jantungnya bermasalah. Obesitas. Gigi berlubang. Kualitas Tidur buruk karena Sleep Apnea. Aktivitas minim. Merokok. Sangat mungkin jantungnya bermasalah walau usianya masih muda.
Saya lanjutkan pemeriksaan jantung pakai echocardiography. Dan benar saja: jantungnya membesar, fraksi ejeksi hanya 25%. Padahal normal itu sekitar 55-70%. Artinya, jantungnya sekarang cuma bekerja setengah dari kapasitas normal. Bayangkan mobil yang harus naik tanjakan tapi mesinnya cuma nyala satu silinder.
Pasien ini tak pernah sadar dia punya masalah jantung. Tapi itu bukan karena jantungnya baik-baik saja. Itu karena dia nggak pernah kasih kesempatan jantungnya buat menunjukkan kelemahan. Aktivitasnya minim. Tantangannya kecil. Tapi... ancamannya? Sangat berbahaya. Pernah lihat mobil yang kelebihan beban naik disebuah tanjakan? Kalau ngga kuat bisa-bisa mobilnya mendadak mundur, atau bahkan mogok. Seperti itulah kurang lebihnya kondisi jantung bapak ini.
Saya sampaikan dengan serius, tapi juga hati-hati:
"Pak mohon maaf, ini jantungnya nggak baik-baik saja. Fungsi jantung nya sudah terganggu, sudah lemah. Perlu dibantu dengan obat dan perubahan gaya hidup. Bapak harus jaga pola makan, harus diet. Dan perlahan berat badan nya harus turus. Target bisa turun 60 kg ya. Pelan pelan. Nanti akan dibantu oleh tim ahli gizi kami soal makanan. Bapak juga harus berhenti merokok ya. Demi jantung nya pak."
Dan kalian tahu, cerita seperti ini bukan sekali dua kali saya temui. Kadang keluhan yang dianggap sepele seperti punggung pegal, sering keringatan, pusing di pagi hari, ternyata adalah kode rahasia dari tubuh yang sedang sekarat perlahan.
Jadi jangan tunggu jantungnya teriak dulu. Karena kalau dia sudah teriak... kadang kita sudah terlambat menolongnya.
Kalau kalian merasa punya faktor risiko --entah berat badan berlebih, suka ngorok, gigi bolong bertahun-tahun, atau punya gaya hidup mirip patung --jangan tunggu gejalanya datang. Periksa jantung kalian. Hari ini. Bukan besok. Bukan nanti.
(Dr. Erta Priadi Wirawijaya, FIHA)