29 April 2024

Peradangan Kronis sebagai penyebab Penyakit Jantung & Pembuluh Darah

PENYAKIT Jantung dan Pembuluh Darah merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa penyakit kardiovaskular, yang di dalamnya termasuk penyakit jantung koroner, bertanggung jawab atas hampir sepertiga dari semua kematian global. Di Indonesia, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan tren yang serupa, dengan penyakit jantung menjadi penyebab utama kematian. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan individu tetapi juga menimbulkan beban ekonomi yang besar bagi masyarakat dan sistem kesehatan. Oleh karena itu, memahami dan mengelola faktor risiko penyakit jantung adalah kunci dalam upaya pencegahan dan pengurangan angka kematian.

 

Selain faktor risiko klasik seperti hipertensi, diabetes, obesitas, dan merokok, penelitian terkini telah mengungkapkan keberadaan faktor risiko novel yang juga memainkan peran penting dalam pengembangan penyakit jantung koroner. Faktor-faktor ini mencakup aspek genetik, pola tidur yang buruk, polusi udara, dan bahkan status sosioekonomi yang rendah, yang semuanya berkontribusi terhadap risiko individu. Faktor risiko ini menambah kompleksitas dalam pendekatan pencegahan dan terapi penyakit jantung, menuntut strategi yang lebih holistik dan personal dalam penanganannya.

 

Dalam konteks ini, peradangan kronis muncul sebagai faktor risiko penting yang seringkali kurang diperhatikan. Peradangan merupakan respons alami tubuh terhadap infeksi atau cedera. Namun, ketika peradangan menjadi kronis, kondisi ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan serius, termasuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang hubungan antara peradangan kronis dan penyakit jantung sangat penting. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana peradangan kronis dapat mempengaruhi kesehatan jantung dan langkah-langkah yang dapat Anda ambil untuk mengurangi risiko tersebut, dengan tujuan memberikan wawasan baru dan membantu pembaca dalam mengelola kesehatan jantung mereka dengan lebih efektif.

 

Apa itu Peradangan?

Peradangan merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang vital, di mana sistem imun beraksi untuk melindungi tubuh dari serangan luar seperti infeksi, iritasi, atau cedera. Saat terjadi ancaman, sistem imun melepaskan sel-sel pertahanan dan zat kimia yang bertujuan untuk mengisolasi dan menghancurkan penyebab gangguan tersebut. Dalam kondisi ideal, ini terjadi dalam bentuk peradangan akut, di mana proses inflamasi berlangsung cepat dan hanya bertahan selama beberapa hari, cukup untuk memulihkan keseimbangan dan memperbaiki jaringan yang rusak.

 

Namun, ketika peradangan berlanjut dan menjadi kronis, dinamika perannya berubah secara signifikan. Peradangan kronis adalah kondisi di mana respons inflamasi ini berlangsung terus-menerus, sering kali tanpa pemicu yang jelas atau berkepanjangan seperti pada infeksi kronis, paparan bahan iritasi terus menerus, atau karena autoimunitas, di mana tubuh secara keliru menyerang jaringan sehatnya sendiri. Dalam jangka panjang, peradangan kronis bisa menyebabkan berbagai jenis kerusakan jaringan, dan ironisnya, menjadi penyebab dari berbagai kondisi kesehatan kronis termasuk penyakit jantung, diabetes, dan arthritis.

 

Mengenal dan memahami perbedaan antara peradangan akut dan kronis adalah kunci dalam mengidentifikasi dan mengelola berbagai kondisi kesehatan yang dapat dipengaruhi oleh peradangan. Dengan pengetahuan yang cukup, individu dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi faktor risiko peradangan kronis dan menjaga kesehatan jangka panjang mereka.

 

Peran Peradangan Kronis dalam Pengembangan Penyakit Jantung & Pembuluh Darah

Penelitian yang berkembang telah memperlihatkan adanya keterkaitan yang kuat antara peradangan kronis dan risiko penyakit jantung, khususnya aterosklerosis, suatu kondisi di mana terjadi pembentukan plak pada dinding arteri yang mengarah pada penyempitan dan pengerasan pembuluh darah. Studi oleh Ridker dan koleganya merupakan salah satu yang paling berpengaruh, menunjukkan bahwa tingkat tinggi protein C-reaktif (CRP), sebuah penanda peradangan, dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung dan stroke. Temuan ini menegaskan bahwa peradangan bukan hanya merupakan konsekuensi dari aterosklerosis tetapi juga mungkin memainkan peran kausal dalam pengembangan penyakit.

 

CRP diakui sebagai prediktor kardiovaskular yang kuat, sebanding dengan faktor risiko klasik seperti merokok dan hipertensi. Mekanisme di balik ini terkait dengan kemampuan peradangan untuk merusak lapisan dalam arteri, atau endotel, yang memudahkan akumulasi plak. Penelitian lebih lanjut oleh Libby dan koleganya telah mengungkapkan bahwa sel-sel imun seperti makrofag dan limfosit berperan aktif dalam proses pembentukan plak, tidak hanya melalui penyerapan kolesterol tetapi juga melalui produksi zat yang memecah plak, menjadikannya lebih rentan terhadap rupture yang bisa memicu serangan jantung atau stroke.

 

Selain mempengaruhi pembentukan plak, peradangan juga meningkatkan risiko trombosis, atau pembekuan darah, seperti yang ditunjukkan oleh Hansson dan timnya. Proses inflamasi memicu produksi faktor-faktor yang meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku, sebuah proses kunci dalam terjadinya serangan jantung dan stroke ketika bekuan darah menyumbat arteri.

 

Pemahaman ini memiliki implikasi penting dalam pengembangan strategi pencegahan dan pengobatan penyakit jantung. Manajemen peradangan melalui penggunaan obat-obatan seperti statin, yang juga memiliki efek anti-inflamasi, serta melalui pengadopsian gaya hidup sehat dan pengendalian faktor risiko kardiovaskular lainnya, dapat signifikan mengurangi risiko penyakit jantung.

 

Mengenal Faktor Risiko Peradangan Kronis

Peradangan kronis, yang berlangsung lama dan seringkali tanpa gejala yang jelas, dapat menjadi penyebab utama dari berbagai kondisi kesehatan serius, termasuk penyakit jantung. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui memicu atau memperburuk peradangan kronis. Mengenali dan mengelola faktor-faktor ini dapat membantu mengurangi risiko peradangan dan menjaga kesehatan jangka panjang.

 

1. Kebiasaan Merokok: Merokok telah lama diketahui sebagai faktor risiko utama untuk berbagai kondisi kesehatan, termasuk peradangan kronis. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun yang bisa merusak sel dan jaringan, memicu peradangan di seluruh tubuh. Ini juga merusak lapisan pembuluh darah, meningkatkan risiko pembentukan plak aterosklerosis yang dapat menyebabkan penyakit jantung.

2. Obesitas: Lemak tubuh, terutama yang terakumulasi di sekitar perut (lemak visceral), tidak hanya menyimpan energi tetapi juga berfungsi sebagai organ endokrin yang aktif, melepaskan hormon dan zat pro-inflamasi yang dikenal sebagai adipokin. Adipokin ini dapat memicu peradangan sistemik, yang jika berlangsung lama akan mengganggu fungsi normal organ dan jaringan, termasuk pembuluh darah.

3. Diet Buruk: Pola makan yang tinggi lemak jenuh, gula, dan kalori berlebih dapat meningkatkan peradangan. Makanan seperti makanan cepat saji, daging olahan, dan makanan manis tidak hanya menyebabkan peningkatan berat badan tetapi juga memicu respon inflamasi dalam tubuh. Sebaliknya, diet yang kaya akan buah-buahan, sayuran, dan lemak sehat seperti yang ditemukan dalam ikan dan minyak zaitun, dapat membantu mengurangi peradangan.

4. Kurang Aktivitas Fisik: Aktivitas fisik rutin adalah salah satu cara paling efektif untuk mengurangi peradangan. Olahraga membantu mengurangi lemak tubuh, meningkatkan sirkulasi darah, dan memicu pelepasan zat-zat yang memiliki efek anti-inflamasi. Orang yang jarang beraktivitas fisik cenderung memiliki tingkat peradangan yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis.

5. Stres Kronis: Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi sistem imun dengan memicu pelepasan hormon stres seperti kortisol, yang pada gilirannya dapat meningkatkan peradangan. Stres kronis juga bisa menyebabkan perilaku tidak sehat seperti makan berlebihan, merokok, atau mengabaikan kegiatan fisik, yang semuanya dapat berkontribusi pada peradangan kronis.

6. Penyakit Autoimun: Dalam kondisi autoimun, sistem imun tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh dari penyakit dan infeksi, malah salah mengenali jaringan tubuh sendiri sebagai benda asing dan menyerangnya. Ini menyebabkan peradangan yang berkelanjutan. Contoh dari penyakit autoimun termasuk rheumatoid arthritis, di mana peradangan terjadi pada sendi, menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan yang signifikan; serta lupus, yang dapat mempengaruhi kulit, sendi, dan organ internal.

7. Infeksi Kronis: Infeksi yang berkepanjangan atau tidak diobati dengan baik dapat menyebabkan peradangan kronis yang berdampak negatif pada kesehatan secara umum, termasuk meningkatkan risiko penyakit jantung. Di Indonesia, beberapa infeksi kronis yang sering dijumpai dan tidak terobati secara optimal mencakup:

  • Tuberkulosis (TBC): Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tinggi. TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya menyerang paru-paru tapi juga bisa mempengaruhi bagian tubuh lain. Infeksi kronis ini menyebabkan respons inflamasi yang kuat dan berkepanjangan, yang jika tidak diobati dengan baik dapat menjadi kronis dan menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.
  • Infeksi Helicobacter Pylori: H. pylori adalah bakteri yang dapat menginfeksi lapisan lambung dan menyebabkan ulkus peptikum dan gastritis kronis. Jangka panjang, infeksi ini bisa memicu peradangan kronis di lambung, meningkatkan risiko penyakit gastrointestinal lanjutan, termasuk kanker lambung.
  • Penyakit Periodontal: Infeksi kronis pada gusi dan jaringan pendukung gigi ini sangat umum dan seringkali tidak terdeteksi hingga menyebabkan kerusakan signifikan. Bakteri penyebab penyakit periodontal tidak hanya menyebabkan peradangan dan kerusakan pada jaringan mulut, tetapi juga bisa masuk ke dalam aliran darah, memicu peradangan lebih lanjut yang bisa berdampak pada pembuluh darah dan jantung.

 

Gejala Peradangan Kronis

Peradangan kronis dapat menjadi senyap dan terselubung, seringkali tanpa menimbulkan gejala yang spesifik sampai kondisi tersebut telah berkembang menjadi penyakit serius. Karena peradangan kronis berpotensi mempengaruhi berbagai sistem dalam tubuh, gejalanya pun bisa sangat beragam dan kadang-kadang menyerupai kondisi kesehatan lain, membuat diagnosis menjadi lebih sulit. Namun, beberapa gejala umum yang mungkin dialami termasuk:

1. Kelelahan yang tidak dapat dijelaskan: Salah satu gejala paling umum dari peradangan kronis adalah rasa lelah yang terus menerus, yang tidak hilang meskipun sudah cukup istirahat. Kelelahan ini bisa begitu parah sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup.

2. Nyeri otot dan sendi: Nyeri yang persisten atau berulang di otot dan sendi, tanpa disertai cedera yang jelas, juga bisa merupakan tanda peradangan kronis. Nyeri ini mungkin mereda dan muncul kembali, dan sering kali dirasakan sebagai pegal atau kaku yang tak kunjung hilang.

3. Sakit kepala dan kekakuan leher: Peradangan yang terjadi di dalam tubuh bisa memicu sakit kepala atau migrain yang frekuen dan kekakuan leher. Gejala-gejala ini sering kali disalahartikan sebagai masalah yang lebih ringan atau stres.

4. Gangguan pencernaan: Gejala seperti nyeri perut, kembung, diare, atau konstipasi bisa muncul jika peradangan mempengaruhi sistem pencernaan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berkembang menjadi kondisi lebih serius seperti penyakit inflamasi usus.

5. Perubahan mood dan kognitif: Peradangan kronis juga bisa mempengaruhi fungsi otak, menyebabkan perubahan mood, kecemasan, depresi, atau kesulitan konsentrasi. Perubahan ini terkadang sangat halus dan bertahap, sehingga sulit untuk dikaitkan langsung dengan peradangan.

 

Pentingnya Pemeriksaan Laboratorium dalam Diagnosis Peradangan Kronis

Untuk mendeteksi peradangan kronis, dokter seringkali merekomendasikan pemeriksaan darah yang dapat mengukur biomarker peradangan seperti protein C-reaktif (CRP), yang meningkat ketika ada peradangan aktif dalam tubuh. Tes lain yang mungkin dilakukan adalah pengukuran kadar sedimentasi eritrosit (ESR), yang juga menunjukkan tingkat peradangan, serta pemeriksaan kadar sel darah putih, yang bisa meningkat sebagai respons terhadap peradangan kronis.

 

Bagaimana Kita Bisa Mengatasi Peradangan Kronis?

Penyakit jantung tidak hanya dipicu oleh faktor risiko klasik seperti kolesterol tinggi, gula darah yang tinggi atau hipertensi, tetapi juga oleh peradangan kronis yang sering terabaikan. Oleh karena itu, untuk mengatasi penyakit jantung melibatkan penanganan holistik yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko novel yang mendasari seperti peradangan. Upaya untuk mengatasi peradangan kronis dimulai dengan evaluasi menyeluruh terhadap setiap pasien, mencakup pemeriksaan medis yang mendalam dan analisis faktor risiko individu. Apakah mungkin ada obesitas dan gaya hidup sedentari yang perlu diubah? Apakah mungkin ada infeksi kronis seperti TBC atau gejala gastritis yang mungkin disebabkan oleh infeksi H. Pylori?, Apakah mungkin ada kelainan di bidang gigi dan mulut yang bisa menyebabkan infeksi kronis? Jika memang ada, penyebab spesifik yang menyebabkan peradangan harus diatasi 1, sehingga tidak menjadi sesuatu yang memperberat penyakit jantung yang dimiliki dikemudian hari. Hal ini tidak hanya akan membantu mengurangi keluhan non spesifik diluar jantung, tapi juga akan secara signifikan mengurangi beban penyakit kardiovaskular.

 

Perubahan gaya hidup sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi peradangan juga diperlukan. Diet seimbang yang kaya akan antioksidan dan nutrisi anti-inflamasi, peningkatan aktivitas fisik, dan upaya untuk mengatasi stres adalah beberapa komponen yang di sarankan untuk mendukung upaya mengurangi peradangan dan mempromosikan kesehatan jantung yang optimal. Pendekatan terpadu dengan fokus mengatasi peradangan kronis adalah kunci untuk memerangi penyakit jantung. Pendekatan holistik ini memastikan bahwa setiap pasien mendapat kesempatan terbaik untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan lebih penuh.


Daftar Pustaka:

1. Ridker PM, et al. C-reactive protein and other markers of inflammation in the prediction of cardiovascular disease in women. N Engl J Med. 2000;342(12):836-843.

2. Libby P, Ridker PM, Hansson GK. Inflammation in atherosclerosis: from pathophysiology to practice. J Am Coll Cardiol. 2009;54(23):2129-2138.

3. Hansson GK, Hermansson A. The immune system in atherosclerosis. Nat Immunol. 2011;12(3):204-212.


Penulis:

Dr. Erta Priadi W. SpJP adalah seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang praktek di Klinik Kiera dan RS Karisma Cimareme dan salah seorang pengurus di PP Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia divisi Infokom.